Monthly Archives: February 2014

Desa Pecatu

Tentang Desa Pecatu dan lingkungan

Desa Pecatu

Desa Pecatu

Desa Pecatu adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung, Bali. Desa yang  memiliki luas wilayah 461.km2 dan penduduk yang mencapai 6.975 jiwa ini terletak paling ujung selatan Pulau Bali memiliki segudang potensi yang dapat dikembangkan untuk menunjang ketahanan ekonomi masyarakatnya. Desa Pecatu terdiri dari 9 Banjar Dinas dan 3 Banjar Adat, 16 kelompok tani yang sering disebut dengan Tempekan sebagai organisasi adat paling terbawah yang mempunyai kewajiban sama dalam hal adat dan kegiatan kemasyarakatan lainnya. Pecatu dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang dipilih langsung oleh masyarakatnya melalui Pilkades dan disebut dengan Perbekel, sedangkan lembaga adat atau Desa Adat pecatu dipimpin oleh seorang tetua adat yang dipanggil dengan sebutan Bendesa Adat. Perbekel memiliki tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan pemerintahan secara kedinasan yang dibantu oleh Sekretaris Desa (Sekdes) dan para Kepala Lingkungan yang berjumlah Sembilan orang dari masing-masing banjar dinas yang ada, sedangkan seorang Bendesa Adat memiliki tanggung jawab dan wewenang untuk menyelenggarakan segala kegiatan adat dengan dibantu oleh beberapa orang tetua lain yang disebut sebagai Parajuru Adat dan 16 Kelian Tempek yang ada dilingkungan Desa Pecatu.

Keberadaan LPD Desa Adat Pecatu yang merupakan lembaga perbankan pedesaan ini memberikan kontribusi yang luasr biasa bagi pertumbuhan pembangunan di Desa Pecatu. Lembaga Perbangkan yang dimiliki oleh Desa Adat Pecatu ini menjadi satu-satunya lembaga perbankan yang menguasai hampir seluruh perekonomian masyarakat disamping beberapa kelompok koperasi yang  dikembangkan.

Dahulunya Desa Pecatu dikenal sebagai sebuah daerah pesisir Pulau Bali yang sangat gersang dan tandus, namun seiring dengan perkembangan pariwisata yang mulai menyapa Bali sebagai sebuah destinasi wisata internasional, Pecatu kemudian berkembang dengan sangat cepat. Keindahan pesisir tebing disepanjang wilayah Desa Pecatu menarik minat berbagai kalangan investor untuk mencoba berinvestasi di desa ini. Desa Pecatu yang dikelilingi oleh tebing-tebing yang sangat indah mampu mengundah para investor untuk berlomba-lomba menanamkan modalnya disini. Hampir seluruh pinggiran tebing saat ini telah dikuasai oleh investasi luar dan hanya sebagian yang masih dimiliki dan dikembangkan oleh masyarakat lokal. Bisnis pariwisata yang melesat begitu cepat pasca krisis moneter tahun 1997 dan mulai bergerak ke arah yang semakin baik di Tahun 1999 membawa angin segar bagi masyarakat Desa Pecatu untuk ikut merasakan nikmatnya kue pariwisata yang juga menghampiri wilayah ini.

Desa Pecatu memiliki beberapa tempat wisata yang biasa dikunjungi oleh wisatawan mancanegara ataupun wisatawan domestik, mulai dari Pura Uluwatu yang begitu tersohor didunia, Pantai Suluban yang merupakan spot surfing paling menantang di Bali, Padang-padang beach yang semakin terkenal setelah film Eat, Pray & Love yang dibintangi oleh Julia Roberts, Pantai Bingin yang dikenal dengan sebutan imposible beach oleh para peselancar, Pantai Nyang-Nyang yang masih sangat terawat keasliannya,  Pantai Balangan yang berbatasan langsung dengan Pantai Dreamland yang memiliki pemandangan laut yang sangat indah. Selain pantai didekat Pantai Dreamlamnd juga terdapat wahana air Green Park yang biasanya sering dikunjungi oleh wisatawan domestik selepas mereka berpanas-panas di pantai.

Berbagai hotel dan restaurant juga dapat anda temui di Desa Pecatu, mulai dari Bulgari Hotels & Resorts, Alilla Villas Uluwatu, Anantara Hotel, Blue Point By Villas & Spa, The Meritus, New Condotel dan masih banyak lagi hotel maupun penginapan kecil disekitar Desa Pecatu. Selain hotel, beragam restaurant juga menghiasi setiap sudut strategis yang sering dimanfaatkan oleh wisatawan asing untuk menikmati beragam masakan yang disediakan baik masakan lokal ataupun western food. Selain hotel dan restaurant, di Desa Pecatu juga terdapat beberapa tempat atau venue wedding yang selalu menjadi pilihan para selebritis Indonesia maupun wisatawan untuk melangsungkan pernikahannya di Bali.

Pengelola Tari Kecak Uluwatu

Siapakah pengelola Tari Kecak Uluwatu?

Pengelola Tari Kecak Uluwatu

Pengelola Tari Kecak Uluwatu

Tari Kecak Uluwatu adalah murni kelompok seni atau sekaa yang merupakan perkumpulan seni masyarakat Desa Adat Pecatu. Sebagai sebuah kelompok seni yang bergerak dibidang jasa pengadaan atraksi wisata di Pura Uluwatu, masing-masing kelompok memiliki pengurus dan pengelola masing-masing. Patut dicatat bahwa di kawasan wisata Pura Uluwatu terdapat dua kelompok kesenian Tari Kecak, masing-masing adalah Sekaa Tarian Kecak di Uluwatu dan Sekaa Tari Kecak Karang Boma.

Kedua kelompok tari tersebut memiliki manajemen tersendiri dengan struktur kepungurusannya masing-masing, namun tergabung kedalam satu sanggar tari yang membawahi kedua kelompok tersebut. Sanggar Tari dan Tabuh Karang Boma adalah sanggar tari yang menaungi kedua kelompok seni tersebut. Pada masing-masing kelompok tari akan terdapat Ketua, Wakil Ketua, sekretaris, bendahara dan team penjualan atau yang sering disebut dengan sales. Untuk saat ini kelompok Tari Kecak Uluwatu diketuai oleh Bpk. I Made Sutanaya yang juga merupakan wakil ketua dari Sanggar Tari & Tabuh Karang Boma Desa Adat Pecatu. Sedangkan kelompok Tari Kecak Karang Boma saat ini dpimpin oleh ketua I Wayan Mosin Arjana. Kedua ketua kelompok tari di atas selain menjalankan operasional tari kecak dalam kesehariannya juga merupakan pegawai tetap di hotel sekitar kawasan wisata Pura Uluwatu. Berbekal dengan pengalaman yang diperoleh dari disiplin ilmu perhotelan pengelolaan Tari Kecak Uluwatu juga mengedepankan pelayanan yang sempura untuk menciptakan kepuasan bagi seluruh customer yang mengunjungi kami.

Sekaa Tari Kecak Uluwatu dan Sekaa Tari Kecak Karang Boma bernaung dibawah satu sanggar tari yang bernama Sanggar Tari dan Tabuh Karang Boma, sanggar tari ini membawahi beberapa kesenian termasuk juga seni tari dan seni tabuh, Sanggar Tari dan Tabuh Karang Boma merupakan perpanjangan tangan dari Desa Adat Pecatu yang mengurusi masalah pengembangan kesenian di Desa Pecatu, secara langsung bertanggung jawab ke Bendesa Adat Pecatu yang merupakan pimpinan adat tertinggi di desa Adat Pecatu. Oleh karena hirarki kepengurusan dan pengelolan seperti yang telah diuraikan di atas, maka seluruh kelompok seni/sekaa kecak yang ada di Kawasan Pura Uluwatu bertanggung jawab kepada pimpinan tertinggi desa adat dimana sekian persen dari hasil penjualan tiket tari kecak merupakan pajak yang harus disetorkan kepada desa adat setempat.

Dengan keberadaan Tari Kecak Uluwatu, secara ekonomi masyarakat terbantu untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, inilah yang kemudian mendorong pengelola untuk selalau fokus dan mencari terobosan baru dalam pengelolaan kelompok kesenian ini, karena kami semua sadar bahwa dengan tetap memberikan pelayanan yang sempurna dan kualitas pementasan yang terbaik maka diharapkan para wisatawan yang ke Bali selalu memasukkan Pura Uluwatu dan Tari Kecak Uluwatu ke dalam list tempat wisata di Bali yang akan mereka kunjungi.

Sejarah Pura Uluwatu

Cerita Sejarah tentang Pura Uluwatu di Bali

Sejarah Pura Uluwatu

Sejarah Pura Uluwatu

Pura Uluwatu terletak di Desa Pecatu, sebuah Desa yang terletak di kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung-Bali ini sangat terkenal dengan objek wisata andalan yaitu Pura Uluwatu, desa ini juga terkenal dengan tempat dimana banyak hotel & fasilitas wisata berada. Lokasi yang sangat strategis dengan keindahan alam yang luar biasa membuat desa ini dipilih oleh para investor untuk menanamkan modal usahanya, contohlah Bulgari Hotels & Resorts, Bali, Alila Villas Uluwatu, The Istana, Tirtha Bali, The Edge, The Khayangan estate dan masih banyak lagi hotel maupun wedding venue yang dapat and temui di desa satu ini.

Pura  Uluwatu berdiri kokoh dibatu karang yang menjorok ke tengah lautan dengan ketinggian kurang lebih 97 meter membuat pura ini menjadi sangat indah, tebing berbatu disekeliling pura memberikan pemandangan yang sangat luar biasa dan sangat memanjakan mata para wisatawan yang mengunjunginya. Selain itu laut dibawahnya juga tidak kalah menariknya untuk mecuri perhatian para peselancar dunia untuk sekedar menikmati ombak-ombak yang tercipta disebelah kanan Pura Uluwatu. Keindahan panorama disekeliling Pura Uluwatu akan semakin memukau para wisatawan pada saat matahari terbenam/sunset yang dapat dinikmati dari beberapa sisi tebing diseputar pura, apalagi kemudian kehadiran tari kecak Uluwatu yang dipentaskan di panggung terbuka membuat tempat wisata ini semakin diminati oleh wisatawan seluruh dunia.

Mpu Kuturan dan sejarah Pura Uluwatu

Tidak diketahui secara jelas kapan pura uluwatu dibangun oleh Mpu Kuturan atau Mpu Rajakreta pada masa pemerintahan suami-istri Sri Msula-Masuli pada sekitar abad XI. Namun, ada fakta menarik dari tinggalan historis di Pura Luhur Uluwatu. Tinggalan kuno di pura ini berupa candi kurung atau kori gelung agung yang menjulang megah membatasi areal jaba tengah dengan jeroan pura, diprediksi pura ini sudah ada sejak abad ke-8. Candi kuno itu menatahkan hitungan tahun Isaka dengan candrasangkala gana sawang gana yang berarti tahun Isaka 808 atau sekitar 886 Masehi. Jadi, sebelum datangnya Mpu Kuturan ke Bali.

Pura Luhur Uluwatu Berperan mempunyai peranan penting dalam ista dewata Bali. Dalam PadmaBhuana di Bali Purai Uluwatu terletak di daerah baratdaya, dimana merupakan tempat memuja dewa Rudra.. Selain posisi geografis, keunikan lain dari Pura Luhur Uluwatu adalah arah pemujaan yang menuju Barat Daya. Umumnya, di beberapa prahyangan lainnya di Bali, yang pemujaannya menghadap ke utara dan timur.Ketika kita lihat di sebelah kiri sebelum memasuki candi terdapat pelinggih Dalem JUrit ini dapat ditemukan 3 tugu Tri Murti, merupakan subuah tempat memuja Dewa Siwa Rudra. Di jaba tengah ini kita menoleh ke kiri lagi ada sebuah bak air yang selalu berisi air meskipun musim kering sekalipun. Hal ini dianggap suatu keajaiban dari Pura Luhur Uluwatu. Sebab, di wilayah Desa Pecatu adalah daerah perbukitan batu karang berkapur yang mengandalkan air hujan. Karena ada keajaibannya, maka bak air itu dikeramatkan. Biasanya digunakan untuk kepentingan tirta suci. Kemudian selanjutnya dari jaba tengah terus masuk akan melalui Candi kurung, candi Kurung ini yang menduga dibuat yaitu sekitar abad 11, Masehi jika dihubungkan dengan keberadaan Candi Kurungbersayap yang ada di Pura Sakenan. Namun ada juga yang berpendapat bahwa Candi Kurung bersayap seperti ini ada di Jawa Timur peninggalan purbakala di Sendang Duwur dengan Candra Sengkala yaitu tanda tahun Saka dengan kalimat dalam bahasa Jawa Kuna sbb: Gunaning salira tirtha bayu, artinya menunjukkan angka tahun Saka 1483 atau tahun 1561 Masehi.

Candi Kurung Padu Raksa bersayap di Sendang Duwur sama dengan Candi Kurung Padu Raksa di Pura Luhur Uluwatu. Dengan demikian nampaknya lebih tepat kalau dikatakan bahwa Candi Kurung Padu Raksa di Pura Luhur Uluwatu dibuat pada zaman Dang Hyang Dwijendra yaitu abad XVI. Karena Dang Hyang Dwijendra-lah yang memperluas Pura Luhur Uluwatu. Setelah kita masuk ke jeroan (bagian dalam pura) kita menjumpai bangunan yang paling pokok yaitu Meru Tumpang Tiga tempat pemujaan Dewa Siwa Rudra. Bangunan yang lainnya adalah bangunan pelengkap saja seperti Tajuk tempat meletakkan upacara dan Balai Pawedaan tempat pandita memuja memimpin upacara. Upacara piodalan atau hari raya besar di Pura Uluwatu jatuh pada hari Kliwon, wuku medangsia.

Kisah Sejarah Pura Uluwatu diawali dengan pemberian wahyu kepada Dhangyang Dwijendra.

Dikisahkan ketika pada suatu hari pada anggara kliwon wuku medangsia Dhangyang Dwijendra diberi wahyu dari Tuhan pada hari itu juga beliau harus pergi ke sorga. Pendeta Hindu asal Jawa Timur yang juga menjadi bhagawanta (pendeta kerajan) Gelgel pada masa keemasan Dalem Waturenggong sekitar 1460-1550, merasa bahagia karena saat yang dinanti-nantikannya telah tiba. Namun, pendeta yang juga memiliki nama Danghyang Nirartha itu masih menyimpan satu pusataka yang bakal diberikan kepada putranya. Di bawah ujung Pura Uluwatu, tampak seorang nelayan bernama Ki Pasek Nambangan. Danghyang Dwijendra meminta agar Ki Pasek Nambangan mau menyampikan kepada anaknya, Empus Mas di desa Mas bahwa Danghyang Dwijendra menaruh sebuah pustaka di Pura Luhur Uluwatu. Kemudian KiPasek Nambanganpun memberikan sebuah permintaan dari Dhangyang Nirarta. Kemudian KiPasek Nambangan akhirnya pergi, sementara Dhangyang Dwijendra melakukan tapa yoga semadi. Selanjutnya  Maha Resipun akhirnya moksah (Pergi ke surga tanpa meninggalkan badan kasar) dengan cepat seperti sebuah kilat. KIPasek nambangan hanya melihat sebuah cahaya ke angkasa.

Cerita sejarah Pura Uluwatu ini kemudian berkembang menjadi kepercayaan masyarakat setempat dan Hindu di Bali. Bahwa keberadaan Pura Uluwatu memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan beragama masyarakat Hindu di Bali.